HASIL AKSI NYATA MODUL 1.3



 


        Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah gerakan dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar siswa memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Kegiatan rutin ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan peserta didik. Gerakan Literasi Sekolah ini merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah baik guru, peserta didik, orang tua/wali murid, dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan sehingga membutuhkan dukungan kolaboratif berbagai elemen.  Dengan kata lain, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Kemendikbud, 2016).

        Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca yang dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca yang mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, dan auditori. Di abad 21 ini, kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi. Lewat gerakan literasi sekolah, anak diharapkan memiliki pola pikir yang cerdas dalam menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, dan auditori. Di era digital sekarang ini, literasi menjadi sangat penting untuk menyaring informasi yang fakta ataupun hoaks. Dalam lingkup yang lebih besar lagi, terciptanya masyarakat dengan angka literasi tinggi juga akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan. Penelitian menyebutkan bahwa literasi dapat mendatangkan berbagai keuntungan, seperti:

  • Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
  • Mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas
  • Mendukung terciptanya masyarakat yang demokratis
  • Mencegah penyakit berbahaya yang mengintai anak, termasuk HIV/AIDS
  • Mengurangi angka kelahiran
  • Membentuk pribadi anak yang percaya diri dan tangguh.

        Membangun literasi memang bukan proses yang bisa dilihat hasilnya dalam waktu singkat. Namun, gerakan literasi sekolah bisa menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran anak-anak akan pentingnya memahami membaca, menulis, dan memahami informasi dari berbagai sumber sehingga tidak mudah terhasut dan terpecah-belah karena hoaks. Tujuan umum gerakan literasi sekolah yaitu untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Selain itu adapula tujuan khusus gerakan literasi sekolah diantaranya yaitu:

  • Menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah.
  • Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
  • Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
  • Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

TUJUAN TINDAKAN AKSI NYATA

        Berdasarkan latar belakang di atas, saya kemudian merancang tindakan aksi nyata modul 1.3 yaitu "Menumbuhkan Karakter di Masa Pandemi Melalui Gerakan Literasi Sekolah". Adapun tujuan dari tindakan aksi nyata ini adalah sebagai berikut.
  1. Menumbuh kembangkan budaya literasi di masa pandemi.
  2. Meningkatkan kapasitas  warga dan lingkungan sekolah agar literat.
  3. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.
  4. Membuat analisis "BAGJA" tentang Gerakan Literasi Sekolah di masa pandemi.
DESKRIPS AKSI NYATA

        Untuk mendorong kualitas belajar siswa, maka pemerintah melalui lingkungan sekolah telah menerbitkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu kegiatan wajib yang tertera dalam lampiran regulasi itu adalah membaca selama 15 menit buku non-pelajaran setiap hari. Regulasi ini merupakan payung bagi keberlangsungan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Ketika pembelajaran dilaksanakan di rumah, Pelaksanaan Program GLS ini serasa tersendat atau bahkan terhenti. Oleh karenanya agar program literasi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan cara baru yang berbeda dengan program literasi yang dilaksanakan di sekolah. Adapun cara yang CGP lakukan adalah sebagai berikut.
  1. Membentuk tim GLS yang diketuai oleh koordinator tim dari kurikulum untuk mensosialisasikan GLS agar diketahui oleh semua warga sekolah.
  2. Melakukan sosialisasi  dengan baik pada pihak orang tua siswa, agar program ini mendapat pengawalan dari orang tua.
  3. Setelah tahap sosialisasi, tahap selanjutnya adalah penyiapan bahan literasi. Pada tahap ini, tim literasi sekolah menyiapkan daftar buku yang akan ditawarkan kepada siswa. Bahan bacaan yang ditawarkan beragam. Mulai dari buku-buku fiksi sampai buku non-fiksi. Setelah proses penyiapan bahan literasi ini, langkah selanjutnya adalah penawaran bahan bacaan kepada siswa. Pada tahap ini Tim GLS menawarkan judul-judul bacaan yang tersedia di perpustakaan sekolah, kemudian Tim GLS mendata nama siswa dan judul buku yang diminati.
  4. Jika pada pelaksanaan GLS sebelumnya siswa diwajibkan membaca buku kesukaanya selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai, maka pelaksanaan gerakan literasi di rumah berlangsung selama 30 menit. Hal ini dikarenakan waktu luang siswa ketika belajar di rumah lebih banyak dibandingkan jika tatap muka di sekolah. Waktu literasi diserahkan kepada siswa sesuai dengan kondisi mereka masing-masing di rumah. Proses literasi ini akan dipantau langsung oleh masing-masing orang tua siswa dan mendokumentasikan dalam bentuk foto sebagai laporan atau bukti kegiatan pendampingan program yang dilakukan oleh orang tua.
  5. Buku yang dibaca bisa dari bahan literasi yang disiapkan orang tua, pihak sekolah atau sumber-sumber digital lainnya yang relevan sesuai dengan minat dan kesukaan siswa.
  6. Pihak sekolah menyediakan jurnal membaca kepada masing-masing siswa, kemudian siswa mengisi jurnal tersebut.
  7. Setiap mingguTim GLS mengecek progres literasi siswa dengan memeriksa jurnal literasi yang telah disedikan. Pada tahap ini Tim GLS mengevaluasi sejauh mana suatu bacaan dipahami oleh siswa. Setelah program ini berlangsung, maka tim literasi sekolah melakukan monitoring program. Dari hasil monitoring tersebut dilakukanlah evaluasi yang tujuannya untuk mengetahui keberhasilan Program GLS ini, dan hal apa saja yang masih perlu perbaikan. 


HASIL DESKRIPSI AKSI NYATA

        Hasil dari aksi nyata ini diperoleh 45,4 % siswa membaca buku selama 60 menit perhari, 33,9 persen membaca buku 30 menit, 14,8 % membaca buku 120 menit, 3.8 % membaca buku l15 menit dan 2,1 % membaca buku 2 jam lebih. Hal ini dapat dilihat dari jawaban siswa pada google form. Hal di atas tentunya adalah hal positif yang perlu diapresiasi dari Program GLS di rumah ini.  Namun demikian, program ini masih tetap memerlukan penyesuaian yang cocok dengan kondisi sekolah. Seperti ketersediaan bahan bacaan yang sesuai dengan usia siswa harus menjadi bahan pertimbangan orang tua dan pihak sekolah dalam hal pemenuhan bahan bacaan.



Sebagai Calon Guru penggerak tetap akan menggalakkan literasi di kalangan peserta didik  walau menghadapi keterbatasan. Maksud literasi di sini tidak hanya identik dengan membaca buku saja, tetapi dalam konteks yang lebih luas dan dikaitkan dengan Covid-19. Selain untuk menambah wawasan, juga untuk membangun kecakapan hidup (life skill) dan penguatan Pendidikan karakter (PPK) utamanya rasa ingin tahu dan gemar membaca.   

Dalam pembelajaran daring seperti saat ini, bukan berarti kegiatan literasi terhenti. Sebagai guru, kita masih bisa melaksanakan kegiatan literasi sesuai jadwal seperti saat pembelajaran tatap muka. Kita pun bisa memantaunya.Jika siswa tidak ada buku-buku bacaan maka siswa bisa mengamati lingkungan sekitar rumahnya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Menuliskan jumlah kasus Covid-19 di lingkungannya (jika ada). Mengamati dan menuliskan sikap dan respon masyarakat terhadap Covid-19, mengidentifikasi langkah-langkah yang dilakukan oleh pengurus lingkungannya dalam mencegah penularan Covid-19, menuliskan pendapatnya sebagai individu, sebagai makhluk sosial, sebagai warga negara, atau sebagai hamba Tuhan YME terkait dengan masalah tersebut. Selanjutnya para siswa bisa diminta untuk membuat puisi, gambar, poster, atau video terkait pencegahan Covid-19, dan berbagai tugas lainnya.

Untuk mewujudkan merdeka belajar bagi para siswa. Saya yakin, orang yang peduli terhadap literasi berharap bahwa gerakan literasi tidak mati suri di tengah pandemi apalagi berhenti sama sekali. Para penggiat literasi tetap berkarya, baik secara individu, maupun secara berkelompok. , tetapi kendala kepemilikan smartphone/laptop, buku/sumber bacaan, terlebih kendala kuota internet di kalangan siswa menjadikan hal tersebut berjalan kurang optimal. Jangankan untuk menjalankan aktivitas membaca buku nonteks sebagai “suplemen” dalam kegiatan dalam pembelajaran, untuk mempelajari materi pokok dalam pelajaran saja, banyak siswa yang mengalami kendala sinyal dan kuota internet.

Dengan demikian, kendala-kendala teknis seperti tidak adanya buku-buku bacaan untuk siswa dapat teratasi. Inilah yang saya sebut sebagai literasi kreatif di era pandemi. Ibarat sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Satu tugas yang diberikan kepada siswa bisa bersentuhan dengan beberapa jenis literasi seperti literasi baca-tulis, literasi kesehatan, literasi lingkungan, literasi numerasi, literasi finansial, literasi teknologi informasi, literasi spiritualitas, literasi seni-budaya, dan literasi kewarganegeraan. Intinya, kembali kepada kreativitas guru dalam memberikan penugasan kepada para siswa.

Terkait tugas literasi, guru tidak perlu memberikan satu tugas yang sama kepada setiap siswa, tetapi guru dapat memberikan alternatif tugas atau produk yang bisa dikumpulkan oleh siswa, sehingga siswa tetap merasa senang mengerjakan tugasnya. Dalam hal ini, guru memperhatikan beragamnya kecerdasan dan bakat siswa. Walau dalam kondisi pandemi, semangat untuk menumbuhkan gerakan literasi jangan sampai padam. Tidak perlu dilakukan ecara secara formal atau dinyatakan secara resmi bahwa tugas yang diberikan kepada siswa itu adalah gerakan literasi, karena khawatir dianggap menjadi beban baru bagi siswa mengingat bahwa kondisi psikologi siswa disaat pandemi harus dijaga alias jangan sampai stres.


KESIMPULAN
Berdasarkan jurnal literasi yang dikumpulkan siswa diperoleh kesimpulan aksi tindakan nyata sebagai berikut.
  1. Dari hasil google form diperoleh 45,4 % siswa membaca buku selama 60 menit perhari, 33,9 persen membaca buku 30 menit, 14,8 % membaca buku 120 menit, 3.8 % membaca buku l15 menit dan 2,1 % membaca buku 2 jam lebih.
  2. Keterbatasan sarana dan prasarana literasi selama masa pandemi Covid-19 membuat siswa masih merasa kesulitan untuk mencari sumber bacaan.

REFLEKSI TINDAKAN AKSI NYATA  MODUL 1.3

Produk literasi kreatif di masa pandemi disamping menjadi sarana kreasi, juga menjadi sarana untuk sosialisasi informasi, komunikasi, dan apreasiasi kepada berbagai pihak yang terlibat menanggulangi pandemi melalui berbagai penjuru negeri. Produk literasi dapat pula menjadi barang yang bernilai secara ekonomis. Kepada para pegiat literasi, mari tetap pelihara semangat berliterasi sebagai wujud bakti untuk negeri. Literasi jangan sampai mati suri di saat pandemi.

Nah, kegiatan literasi secara daring ini pun bisa kita lakukan dengan tanpa membaca buku. Namun, tidak menghilangkan esensi dari kegiatan literasi. Jika kita mengharuskan siswa membaca buku, dikhawatirkan ada sebagian siswa tidak memiliki buku nonteks di rumah karena fokus kegiatan literasi adalah membaca selain buku teks pelajaran.

Selain membaca siswa bisa menulis dan mendokumentasikan hasil ringkasannya untuk dikirimkan kepada guru mata pelajaran melalui WhatsApp. Dengan kegiatan semacam ini, saya berharap kegiatan literasi tetap berjalan meski secara daring. Banyak nilai-nilai karakter yang bisa digali dan diteladani dengan membaca dan menulis.


DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus, Tita Mulyati, dan Hana Yunansah. 2016. Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan Manulis. Bumi Aksara: jakarta
Gustini, Neng. 2015. Budaya Literasi. Yogyakarta: CV. Cipta Utama

LAMPIRAN

Foto-Foto Kegiatan Literasi Siswa










Resume Literasi Siswa
Resume Literasi Siswa dapat dilihat pada link berikut.

 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembuatan Kesepakatan Kelas

AKSI NYATA MODUL 3.3

AKSI NYATA MODUL 3.2