Kesimpulan dan Refleksi Filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Judul : Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Nama : Ni Luh Sudewi,S.Pd.,M.Pd
Calon Guru Penggerak dari SMA Negeri 2 Amlapura Karangasem Bali
Selama ini, sebelum saya belajar tentang filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, saya beranggapan bahwa semua peserta didik itu sama. Peserta didik saya anggap obyek dalam pembelajaran, sehingga saya sebagai guru memperlakukan mereka sesuai keinginan saya. Saya menganggap mereka bagaikan kertas putih dan saya sibuk menulis diatasnya sesuai pemikiran saya.
Saya sering membanding-bandingkan peserta didik satu dengan lainnya. Saya sangat kecewa jika ada peserta didik yang tidak mengerjakan tugas. Bahkan terkadang saya tidak memperdulikan alasan mereka tidak mengerjakan tugas. Namun, saya justru memarahi dan membandingkan dengan peserta didik yang rajin.
Selama proses pembelajaran, peserta didik mengikuti gaya mengajar yang saya terapkan. Saya tidak memperhatikan suasana hati peserta didik dan kesiapan mereka menerima pembelajaran. Jika ada peserta didik yang tidak memperhatikan dan mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu, saya anggap mereka malas tanpa menanyakan alasannya.
Apa yang berubah setelah saya mempelajari filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara?
Yang Pertama, konsep pembelajaran saya berubah
Saya menyadari bahwa peserta didik bukanlah objek dalam proses pembelajaran di kelas namun merekalah subyek pembelajaran. Merekalah yang mengendalikan proses pembelajaran, kita sebagai guru menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada mereka agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan merupakan tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, artinya pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat tidak hanya mendapat kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, tetapi juga menjauhkan dirinya dari perbuatan jahat.
Peserta didik adalah kertas yang samar-samar berisi coretan-coretan, kita sebagai pendidik hanya menebalkan coretan samar tersebut agar menjadi bermakna. Jadi, dalam proses pembelajaran saya akan menerapkan sistem "Among" agar bisa menuntun peserta didik mencapai tujuan sesuai kodratnya. Among memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang.
Yang kedua, menerapkan "Merdeka Belajar"
Manusia merdeka merupakan tujuan pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Merdeka belajar bermakna memberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman kepada peserta didik untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punya. Dengan demikian masing-masing mereka tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan kemampuannya. Anak yang belajar dalam kondisi yang menyenangkan diyakini dapat meningkatkan kreativitas yang merupakan elemen penting bagi sebuah kemajuan.
Melalui merdeka belajar, Ki Hadjar Dewantara mengajarkan semangat dan cara mendidik anak Indonesia untuk menjadi manusia yang merdeka bathinnya, merdeka pikirannya dan merdeka raga atau tenaganya. Semangat merdeka belajar akan menciptakan ekosistem pendidikan nasional yang lebih sehat dan menghadirkan iklim inovasi sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia ( SDM) unggul dan berkarakter.
Yang ketiga, Menerapkan pembelajaran dengan pendekatan kearifan lokal (budaya lokal)
Mamfaat pembelajaran dengan pendekatan kearifan lokal diantaranya dapat melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat, merefleksikan nilai-nilai budaya, berperan serta dalam membetuk karakter bangsa, berkontribusi menciptakan identitas bangsa dan dapat melestarikan budaya bangsa. Pembelajaran yang terintegrasi kearifan lokal (budaya lokal) akan menghantarkan siswa menjadi manusia yang berkarakter.
Salah satu contoh budaya lokal misalnya pembelajaran terintegrasi "Tri Premana" yang memfasilitasi peserta didik belajar sambil berlatih berpikir, berbuat dan berbicara tentang kompetensi yang dipelajarinya dengan tetap pada ranah yang baik dan benar sesuai ajaran agamanya. Contoh lainnya, integrasi konsep "Tri Hita Karana" . Dalam setiap pembelajaran menjadikan peserta didik memahami dirinya sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang beriman dan bertakwa, mahluk sosial antar sesama manusia yang saling membutuhkan, dan memahami pentingnya selalu mencintai dan menjaga lingkungan alamnya.
Yang Keempat, Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berhubungan erat dengan psikis individu anak. Dengan pendidikan karakter, dapat diajarkan pandangan tentang nilai-nilai kehidupan. Contohnya kejujuran, kepedulian, dan tanggung jawab. Pendidikan karakter sangat relevan dengan 'Trilogi Pendidikan" Ki Hadjar Dewantara. Yang pertama "Ing Ngarso Sung Tulodo" ( di depan memberikan teladan) artinya guru adalah panutan bagi peserta didik. "Ing Madyo mangun Karso" (di tengamembangun keinginan) artinya guru adalah motivator bagi peserta didik, selalu mendampingi mereka menciptakan ruang impian yang diinginkan. "Tut Wuri Handayani" (di belakang memberi dorongan dan motivasi).
Apa yang harus saya lakukan untuk mewujudkan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara?
Hal-hal yang dapat saya lakukan untuk mewujudkan perubahan belajar yang sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu:
- Mengubah pola pikir saya sebagai pendidik yang selama ini menganggap siswa objek dalam pembelajaran. Saya akan menerapkan sistem "Among" berdasarkan pada asah, asih, dan asuh (care an dedication based on love). Saya akan menuntun siswa dalam mengembangkan cipta, rasa, dan karya siswa secara seimbang.
- Memilih model pembelajaran yang tepat agar siswa nyaman selama proses pembelajaran. Sebagai pendidik kita perlu mengetahui kondisi awal siswa untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional mereka. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi yaitu model pembelajaran "Project Based Learning".
- Melakukan pembelajaran dengan pendekatan kearifan lokal (budaya lokal). Pembelajaran dengan pendekatan kearifan lokal akan melahirkan generasi-generasi yang kompeten dan bermartabat sehingga mampu merefleksikan nilai-nilai budaya dalam membentuk karakter bangsa. Dengan mengintegrasikan budaya lokal dalam pemberian contoh selama proses pembelajaran akan menjadikan proses pembelajaran itu lebih bermakna dan konstektual. Salah satu contoh budaya lokal yang dikaitkan dengan materi Kimia yaitu "Mecaru". Mecaru dilakukan oleh umat Hindu di Bali untuk menjaga keharmonisan atau keseimbangan antara Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Melalui upacara Mecaru kekuatan negatif dapat dinetralisir sehingga menimbulkan suasana baik, tentram dan damai. Upacara Mecaru relevan dengan prinsip "Le Chatelier" yaitu jika pada sistem kesetimbangan diadakan suatu aksi maka sistem akan melakukan reaksi untuk mengurangi pengaruh aksi tadi dengan menggeser letak kesetimbangan.
Dengan menerapkan perubahan-perubahan di atas, saya yakin pola pendidikan kita akan melahirkan "Profil Pelajar Pancasila".

makasi...
BalasHapus